Rabu, 09 November 2011

BEBERAPA SIKAP KONTRA TERHADAP PSIKOLOGI ISLAM


Kehadiran Psikologi Islami menimbulkan banyak interpretasi dan reaksi. Salah satu reaksi dan interpretasi mengungkapkan munculnya diskursus Psikologi Islami berkaitan erat dengan ketidakpuasan terhadap Psikologi Barat. Oleh mereka, Psikologi Islami sering dipandang sebagai semacam pemberontakan terhadap Psikologi Barat. Psikologi Barat yang dominan saat ini, baik secara filosofis maupun praktis, mempunyai kelemahan-kelemahan yang bersifat fudamental. Kecenderungan psikoanalisis untuk menganggap sinting (delusi) orang yang percaya Tuhan atau behaviorisme yang tidak peduli akan adanya tuhan menjadi pemicu kesadaran bahwa Psikologi Barat menyimpan banyak ketidakberesan. Seorang psikolog Sudan yang amat populer di Indonesia, Malik B. Badri, pernah secara khusus menulis cacat-cacat Psikologi Barat ini dalam buku dilema Psikolog Muslim.
Beberapa pihak mengungkapkan bahwa pemunculan gagasan Psikologi Islami menggambarkan adanya rasa tak aman pada diri Psikolog Muslim dengan melakukan proses mekanisme pertahanan diri (self defence mechanism). Menurut pandangan ini, Psikologi Islami mewakili sikap reaktif Psikolog Muslim. Psikologi Islami lebih merupakan mitos yang sengaja dibangun Psikolog Muslim untuk membentengi diri dari pengaruh Barat. Sebagian dari pengeritik ini mengungkapkan bahwa kalau kaum agamawan atau Psikolog Muslim melakukan reaksi terhadap Psikologi Barat dengan paham agamanya, maka tak tertutup kemungkinan akan muncul selain Psikologi Islami-Psikologi Kristiani, Psikologi Budha, Psikologi Hindu, Psikologi Yahudi, dan sejenisnya. Keadaan semacam ini oleh mereka dipandang sebagai kemunduran. Disebut kemunduran, karena pengembangan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada rasionalisme yang spekulatif tapi didasarkan pada sumber-sumber yang dogmatis.
Kalau kelompok pengeritik pertama tadi lebih mengaitkan dengan substansinya, maka beberapa pengeritik lain pada dasarnya menyepakati untuk membangun Psikologi yang berwawasan agama (Islam), namun mengusulkan untuk menggunakan istilah selain Psikologi Islami. Menurut mereka, istilah Psikologi Islami boleh jadi memang hendak membangun konsep Islam tentang Psikologi. Namun, istilah ini adalah istilah yang beresiko, yaitu mengklaim rumusan tertentu yang ditransfer dari Al-Qur`an dan Sunnah Nabi (Al-Hadits) sebagai kebenaran Islam. Padahal, rumusan apapun yang dibuat manusia, selalu mengandung cacat dan kelemahannya sendiri. Adalah lebih baik menggunakan istilah lain yang lebih menggambarkan ide dasar dari ilmu tentang manusia yang didasarkan pada Al-Qur`an itu. Seorang simpatisan mengusulkan untuk menggunakan istilah Psikologi Pembimbingan atau Psikologi Pembebasan. Istilah pertama diharapkan mewakili ide perlunya ditegakkan sebuah bangun ilmu manusia yang didasarkan pada Islam, yang pada intinya adalah membimbing manusia menuju keselamatan hidup.
Sementara istilah Psikologi Pembebasan adalah ilmu tentang manusia yang mencoba membebaskan manusia untuk memberdayakan dirinya sebagai khalifah di bumi. Istilah pembebasan sendiri bisa juga diartikan sebagai membebaskan diri dari Psikologi Barat yang memandang manusia sebagai makhluk yang layaknya seperti mesin (mekanistik).
Dalam taraf tertentu, persepsi dan kritik tersebut perlu untuk dipertimbangkan. Dengan kritik-kritik tersebut, kita menjadi paham bagaimana Psikolog Barat, Psikolog Muslim yang bergaya Barat maupun Psikolog Muslim yang kritis melihat diskursus ini.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka buku ini akan menggunakan istilah Psikologi Islami. Psikologi Islami adalah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang berisi filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (ayat kauniyah) dan akal, indra dan intuisi (ayat kauniyah). Psikologi Islami, maka kami berpandangan bahwa:
Pertama, upaya membangun Psikologi Islami memang tak lepas dari adanya krisis dalam rumusan konsep maupun penerapan Psikologi modern. Akan tetapi, adanya krisis itu lebih dipandang sebagai kondisi yang menyadarkan akan perlunya tindakan perbaikan dan sama sekali bukan sebagai dasar atau landasan Psikologi Islami.
Kedua, sementara itu disadari juga bahwa Tuhanlah yang paling mengerti manusia. Tuhan melalui agama yang telah disempurnakan-Nya, yaitu Islam (melalui Al-Qur`an, Al-Hadits dan berbagai khazanah pemikiran Islam) berbicara banyak tentang manusia dan pendekatan terhadap penyelesaian problem manusia. Psikologi Islami hadir, karena Islam menyediakan perangkat yang deperlukan untuk memebangun Psikologi Islami. Tanpa adanya perangkat tersebut mustahil dilahirkan Psikologi Islami. Yang dimaksud dengan perangkat dalam tulisan ini adalah konsep-konsep Islam tentang manusia, tentang epistimologi ilmu dan bagaimana penggunaan ilmu pengetahuan.
Ketiga, oleh karena itu, menghadirkan Psikologi yang berwawasan Islam adalah upaya untuk mewujudkan suatu Psikologi yang lebih mamapu mendudukkan manusia sesuai dengan potensi dan perannya.
Dengan demikian, tidaklah benar kalau Psikologi Islami dipandang sebagai sikap reaktif ataupun mekanisme pertahanan diri. Psikologi Islami didasarkan pada sumber yang sahih kebenarannya, Al-Qur`an dan Sunnah Nabi (Al-Hadis). Adanya kelemahan –kelemahan Psikologi Barat memang menyadarkan kita akan perlunya dibangun Psikologi yang berwawasan agama.
Di samping itu, kami pun sadar bahwa Psikologi Islami adalah suatu disiplin yang masih sangat muda, dan konsep-konsep yang terbangun belum tersistematisasi dengan baik. Oleh karena itu sejauh ini konsep dasar Psikologi Islami pun masih beragam sekali wujudnya.
Terakhir, secara sederhana dapat kami katakan bahwa Psikologi Islami menurut kami merupakan keharusan sejaran, namun kami serahkan kepada sejarah untuk mencatat apakah disiplin ini akan mengedepan dan menjadi tonggak penting atau akan tertelan begitu saja oleh arus sejarah.
Menurut pandangan kami, konsep apapun yang ditawarkan orang selalu layak untuk deperhitungkan, dikritisi untuk akhirnya diterima atau ditolak. Adalah hak kita sepenuhnya membangun Psikologi Islami. Dan, adalah hak mereka sepenuhnya untuk melahirkan Psikologi transpersonal, Indigenous psychology, Psikologi indonesia, Psikologi kristiani, Psikologi budha, dan sejinisnya. Apapun yang dilahirkan orang, setidaknya akan memperkaya khazana ilmu; dan sejarahlah yang akan membuktikan ketangguhannya.
Semoga Psikologi Islami: konsep, pendekatan dan penerapannya, membawa perubahan bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas manusia, mampu membuktikan ketangguhan dalam arus gelombang sejarah, dan lebih dari semua itu diridahai Allah.


0 komentar:

Posting Komentar